Kurikulum
memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) materi; (3) strategi,
pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5) evaluasi. Kelima
komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang masing-masing
komponen tersebut.
A. Tujuan
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan
pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional
yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang
sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa
tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan
mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
- Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
- Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
- Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
B. Materi
Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar
tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah
dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik
(perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran
menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis
dan sistematis, dalam bentuk :
- Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
- Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
- Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
- Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
- Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
- Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
- Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
- Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
- Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
- Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
C. Strategi pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat
dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan
dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki
konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak
dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan
informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan
pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian,
maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru.
Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai
pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai
obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan
teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian
(ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu,
pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru
tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan
progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah
peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan
tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan
bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai
tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan
dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran
melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual,
metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian
dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses
dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi,
simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi.
Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider.
Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan
belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya
untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan
perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan
berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis
teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi
tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat
penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam
pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara
individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk
belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau
media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih
cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan
mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai
dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak
kemungkinan untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi
pembelajaran memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang
merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya
dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai
strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya
secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
D. Organisasi
Kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan
kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum.
Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
- Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
- Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
- Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
- Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
- Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
- Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
E. Evaluasi
Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum.
Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa
tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui
kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum evaluation may be defined as
the estimation of growth and progress of students toward objectives or values
of the curriculum”
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi
kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan
ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya
terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara
itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu
meliputi ; “ objective, it’s scope,
the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the
relative importance of various subject, the degree to which objectives are
implemented, the equipment and materials and so on.”
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya
suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya
evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi
keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem
kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi
adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna
diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll,
dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals,
comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada
dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering
mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang
digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi
kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif,
seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain.
Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan,
questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik
untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan
keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat
digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum
dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan
pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar